(Sebuah Sharing Pengalaman
Siswa angkatan Pertama 1987/1988)
Nikolas
Saragih Munthe
Perambul….
Terus
terang…pada akhirnya saya sangat bangga sebagai alumni SMA DUYNHOVEN. Ada
begitu banyak alasan yang dapat diungkapkan untuk menguatkan ini, tetapi yang
paling utama adalah karena NAMA SEKOLAH ini sendiri yakni VAN DUYNHOVEN. Berbicara
tentang nama DUYNHOVEN di Paroki Saribudolok adalah membicarakan seorang tokoh
besar sehingga banyak hal bila dikaitkan dengan nama DUYNHOVEN hampir setiap
orang Katolik Saribudolok merasa memiliki dan “mangahap”. Sebut saja misalnya :
DUYNHOVEN CUP yakni pekan orientasi OMK (orang muda katolik) yang terdiri dari
pekerja muda, mahasiswa dan para pelajar Katolik di Paroki Saribudolok yang
diselenggarakan setiap tahun pada awal bulan Juli di Paroki Saribudolok maupun SMA VAN DUYNHOVEN. Dan di sini secara khusus
mengenang perjalanan awal berdirinya SMA VAN DUYNHOVEN dilihat dari sudut
pandang seorang siswa angkatan pertama 1987/1988.
Kesan awal
Pada awalnya, tidak terlalu gampang menemukan hal
yang membanggakan khususnya jika ditinjau dari sisi fisiknya SMA DUYNHOVEN.
Kita bayangkan saja, gedungnya belum ada, satu tahun pertama kami sebagai siswa
angkatan pertama memakai gedung asrama putra saribudolok yang dekat dengan
balai desa di kampung toba sebagai ruang kelas. Bertepatan dengan awal pendirian
sekolah ini, saya tinggal di asrama putra mulai dari kelas II SMP Bunda Mulia
hingga SMA DUYNHOVEN (1985-1990) sehingga banyak hal tentang asrama dan SMA
DUYNHOVEN ini saya ketahui. Pada waktu itu, dua ruang kelas yang dipakai adalah satu ruang
tidur asrama dan satu lagi ruang belajar asrama. Adapun kantor SMA dipakai
bekas ruang makan asrama putra. Dengan demikian ruang tidur anak asrama putra pindah ke gudang yang sebelumnya biasa
dipakai untuk penyimpanan persediaan bahan
makanan anak asrama. Sedangkan ruang belajar dan tempat makan anak asrma putra
pindah ke asrama putri dan ini adalah situasi yang sangat didambakan anak
asrama putra pada waktu itu, maklum gejolak anak muda. Walaupun demikian,
prestasi anak asrama putra tidak pernah surut dari biasanya…hehehe.
Sarana
penunjang lain juga belum ada seperti laboratorium, sarana ekstra kurikuler
seni, olahraga maupun lapangan untuk beraktivitas lainnya belum ada. Untuk
upacara bendera biasanya bergabung dengan SD Don Bosco dan SMP Bunda Mulia
Saribudolok. Untuk kegiatan olah raga memakai lapangan kecamatan Silimakuta Saribudolok.
Pada waktu penataran P4 sistem 24 jam kami memakai ruang makan asrama putri
karena ruangan itu satu-satunya yang dapat memuat siswa 75 orang sekaligus. Para
penatar pada waktu itu para guru dari SMA Negeri Saribudolok. Nah kalau lagi
istirahat mau jajan atau makan dimana? Kami jajan di warung di luar asrama/ sekolah,
untung ada warung dekat sekolah.
Berkaitan
dengan para guru pada waktu itu, beberapa orang yang masih saya ingat
diperbantukan dari guru SMP Bunda Mulia seperti: Ibu ME Sinaga mengajar
matematika dan fisika, ibu S.Sitinjak mengajar bahasa Indonesia, Sr. Marselina Ginting, SFD mengajar agama dan
Bpk. GD. Sipayung, waktu itu beliau Kepala SD Don Bosco, membantu urusan
managerial sekolah (tidak tahu tepatnya, karena tidak masuk ke kelas tetapi
hampir setiap hari hadir ke sekolah). Selain itu ada juga guru-guru dari SMA
Negeri Saribudolok seperti: Bpk. T.Karo-karo mengajar Biologi, Bpk. Ginting
mengajar Seni Lukis. Guru yang baru saya kenal pada waktu itu adalah Bpk. Kondan
Sipayung mengajar Ekonomi, Bpk. Petrus Sinaga mengajar Bahasa Inggris, Ibu F
Tarigan mengajar PPkn (Pkn) dan Bpk. F. Purba mengajar banyak banyak bidang
studi: Sosiologi, Sejarah, Olah Raga, Wakil Kepala Sekolah serta Pastor
Redemptus Simamora, OFMCap mengajar kesenian. Sedangkan pejabat kepala sekolah
adalah Pastor Raymond Simanjorang, OFMCap yang pada waktu itu sebagai pastor
kepala paroki Saribudolok.
Apa yang khas????
Bagi
saya pribadi kehadiran bapak-ibu guru yang dulu guru saya di SMP Bunda Mulia
enak-enak saja karena sudah tahu cara mengajar mereka dan cara untuk
menyesuaikan diri. Tapi mucul pertanyaan di dalam hati yang tidak pernah terungkap
waktu itu, kecuali sekarang ini yaitu: pendidikanku
sudah naik ke jenjang yang lebih tinggi tetapi kog guru-guruku sama seperti
waktu di SMP dulu???? Nah berkaitan dengan guru-guru yang sedang mengajar di
kelas saya punya kesan dengan Bpk F Purba dengan suaranya yang keras
menggelegar. Bayangkan saja dengan jarak antar kelas 5 meter dengan pintu dan
jendela terbuka niscaya kelas sebelah pasti kebagian suara yang sama. Maka sulit
menemukan siswa mengantuk di dalam kelas karena kerasnya suara ini ditambah
dengan pengetahuannya tentang banyak hal mumpuni untuk ukuran siswa
Saribudolok, orang kampung (Parhuta-huta). Mantap Pak F Purba, terima kasih.
Pada
awal pendirian ini ada juga orang-orang tertentu yang dengan sukarela menyumbangkan keahliannya untuk SMA
DUYNHOVEN. Salah seorang adalah Bpk. H.Sipayung (orangtua dari Pastor Kornelius
Sipayung, OFMCap) yang dengan sukarela melatih kami belajar dihar (silat khas
simalungun) yang ditampilkan pada waktu Pesta Rondang Bittang di Haranggaol
tahun 1988. Seingat saya latihan pada waktu itu berkisar tiga bulan dengan jadwal latihan sekali
seminggu. Kami dilatih dasar-dasar gerakan silat (lakkah sitolu-tolu) kurang
lebih banyaknya 25 orang. Pernah suatu ketika setelah berlatih kira-kira
sebulan, secara mendadak panitia kecamatan kontingen kecamatan silimakuta meminta kami tampil di SMA Negeri. Kami
berangkat ke SMA Negeri tanpa kehadiran Bpk H. Sipayung. Kami yang berjumlah 25
orang dikerubuti oleh siswa SMA Negeri yang ratusan waktu itu cukup keder juga.
Waktu itu lho ya. Kami sangat tidak percaya diri tampil tanpa pelatih. Kami berusaha
supaya Bpk. H.Sipayung dijemput ke
Bandar Hinalang. Kalau jaman sekarang enak, tinggal angkat hp beres. Bapak
H.Sipayung pada waktu itu pasti sibuk dengan pekerjaannya. Dan ternyata di
tengah pertunjukan datang Bpk H.Sipayung,
wah bukan main senang dan riangnya hati kami, singkat cerita unjuk gigi itu
berakhir dengan sempurna. Dan pada saat Rondang Bintang di Haranggaol kami
tampil tanpa pelatih seperti pertunjukan gerakan KATA pada seni bela diri
karate.
Siswa-siswi pertama….
Bagaimana
dengan para siswa angkatan pertama ini??? Siapa-siapa sajakah yang menjadi
siswa angkatan pertama SMA DUYNHOVEN??? Sebagian besar memang berasal dari
lingkup paroki saribudolok. Saya masih ingat setahun sebelum dibuka SMA
DUYNHOVEN hampir pada setiap pengumuman/tingting gereja di paroki dan di
stasi-stasi diberitahukan akan dibuka SMA PAROKI…..itu istilah yang sering
dipakai pada waktu itu, seingat saya. Siswa yang berasal dari luar paroki juga
ada dan yang berasal dari luar gereja Katolik juga banyak bahkan ada satu orang
yang muslim.
Seingat
saya siswa angkatan pertama ini berjumlah kurang lebih 75 orang orang yang
dibagi dalam dua kelas. Saya masih ingat, pada pertemuan pertama dengan semua
guru setelah selesai sessi perkenalan pertanyaan selanjutnya adalah: Mengapa
kalian mau masuk ke SMA DUYNHOVEN ini?? Kalau dipikir-pikir waktu itu, cukup
membosankan juga pertanyaan ini, karena dalam sehari bisa 2 sampai 3 kali
ditanyaan oleh guru yang berbeda. Jawaban para siswa pada umumnya adalah:
karena sekolah Katolik terkenal disiplin dan jujur disamping jawaban lain. Lalu
ketika ada pertanyaan lanjutan: mengapa kalian mau ke sekolah yang gedungnya
belum ada dan sekolah baru memulai tahun ajaran baru???? Sulit untuk
menjelaskan……..
Torehan istimewa
Kultur
atau budaya sekolah yang diciptakan ada
waktu itu cukup baik sebagai wadah penggemblengan para siswa. Sesama siswa sangat dekat dan akrab. Memang
dengan jumlah siswa hanya 75 orang tidak terlalu sulit untuk mengaturnya
dibandingkan jumlah siswa seperti sekarang ini. Prestasi-pretasi yang ditorehkan pada tahun pertama diantaranya:
dipercaya oleh kecamatan silimakuta membawakan acara lawak pada waktu rondang
bintang di haranggaol dan keluar sebagai juara pertama dengan pelatih utama
adalah Pastor Redemptus Simamora, OFMCap. Juara satu bola volley putra dalam
rangka memeriahkan HUT RI 17 Agustus 1987 dalam kelompok SMA dan umum. Natalan
pertama sangat meriah dengan suguhan atraksi drama, persembahan lagu-lagu semua
dilatih oleh Pastor Redemptus Simamora, OFMCap. Tema natalnya adalah: “Akulah
Dia yang Kau Tunggu” yang kalau diartikan bisa mengandung dua makna: 1) Kita
menantikan Sang Juru Selamat, 2) SMA DUYNHOVEN yang dinantikan telah hadir di
tengah-tengah masyarakat.
Vokal
group SMA DUYNHOVEN binaan Pastor
Redemptus Simamora, OFMCap pada waktu itu juga bagus. Vokal group ini keluar
sebagai group terbaik dalam menyanyikan lagu-lagu perjuangan tahun kedua pada
waktu memeriahkan HUT kemerdekaan RI 17 Agustus 1988 dan tampil dihadapan umum
di lapangan utama kecamatan Silimakuta untuk menghibur masyarakat umum. Vokal
group ini juga sering ikut ke stasi-stasi untuk memeriahkan perayaan Ekaristi
padahal para anggotanya tidak semua Katolik. Tema natalnya adalah: “Akulah Dia
yang Kau Tunggu” yang kalau diartikan bisa mengandung dua makna: 1) Kita
menantikan Sang Juru Selamat, 2) SMA DUYNHOVEN yang dinantikan telah hadir di
tengah-tengah masyarakat.
DUYHOVEN = OPPUNG DOLOK
Cikal
bakal kehadiran SMA DUYNHOVEN adalah pada waktu pesta Emas (50 tahun )
Imamatnya Pastor Elpidius Van Duynhoven umat paroki Saribudolok yang sangat
bergembira mau menobatkan Beliau menyandang sebuah “marga” yang ada di daerah
Simalungun. Dan setiap marga berharap, marganyalah yang disandang oleh Pastor
Elpidius Van Duynhoven. Jelas tidak mungkin Pastor Elpidius Van Duynhoven memakai
dua marga sekaligus apaladi semua marga yang ada di Simalungun. Akhirnya berkat
usulan dari seorang tokoh umat yakni Bpk. D.J.Purba yang di Saribudolok lebih
dikenal dengan sebutan Doktor Bosi memberi argumen yang kuat bahwa Pastor
Elpidius Van Duynhoven sudah pantas diberi gelar “OPPUNG” artinya KAKEK. Karena
usianya yang sudah lanjut dan arena sebagian besar waktu dan pejalanan hidup
beliau dihabiskan menuruni beribu-ribu bukit dan lembah di Simalungun atas, tanah
Karo bahkan sampai di Aceh Tenggara (Lau Belang) dengan pusat di Saribudolok
(Saribu = seribu; dolok = bukit-gunung. Bahasa Simalungun) maka pantaslah
beliau disebut KAKEK DARI BUKIT-BUKIT = OPPUNG DOLOK dan semua umat setuju
dengan gagasan ini. Maka mulai saat itu nama Pastor Elpidius Van Duynhoven
resmi dipanggil: OPPUNG DOLOK.
Pada
tahun 1986 ketika dilaksanakan Sidang Paripurna (Sermon Bolon) Paroki
Saribudlolok timbul pemikiran peserta sidang yakni tokoh-tokoh Umat Katolik
agar Pastor OPPUNG DOLOK ini dikenang selamanya oleh masyarakat luas pada
umumnya dan umat Katolik khususnya maka diusulkanlah didirikan sebuah
Monumen/Tugu OPPUNG DOLOK. Ketika ide ini disampaikan kepada OPPUNG DOLOK
beliau tidak berkenan dan menolak untuk dikultuskan. Akan tetapi beliau
menyarankan kalau memungkinkan kiranya didirikan/dibangun MONUMEN/TUGU
HIDUP dirinya yakni sebuah sekolah
dengan harapan sekolah tersebut mampu mendidik manusia-manusia pewarta Sabda
Allah sekaligus manusia pembangun kehidupan yang penuh dedikasi. Usulan beliau
ini disetujui seluruh Umat Katolik Paroki Saribudolok. Akhirnya dengan berbagai
upaya dan kerja keras Umat, Para Perantau dari Paroki Saribudolok, bekas Anak
didik OPPUNG DOLOK dan Para Donatur lainnya Pastor Raymond Simanjorang, OFMCap
yang pada waktu itu menjadi pastor kepala Paroki Saribudolok dapat mewujudkan
harapan dan cita-cita Umat dan OPPUNG DOLOK.
Demikianlah
cikal bakal berdirinya SMA VAN DUYNHOVEN yang saat ini berdiri megah di jalan Kabanjahe No. 50 Saribudolok,
Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, sekolah kebanggaan kita bersama.
HIDUP OPPUNG DOLOK dan siminiknya.
Kini…….(silakan
silanjutkan…..)
Catatan:
1.
Sumber tulisan ini
adalah Surat Bpk. Albert Sinaga, SPd pertanggal 1 Maret 2003 kepada alumni di
Jakarta yang pada waktu itu menjabat kepala sekolah SMA VAN DUYNHOVEN dan
pengalaman pribadi Penulis sebagai siswa angkatan pertama ta. 1987/1988
2.
Sebelum tulisan ini
dipublikasikan, penulis sudah terlebih dahulu minta ijin kepada pihak sekolah,
dalam hal ini diwakili oleh Bpk. F.Purba (guru pelopor dan pelaksana harian
awal berdirinya SMA DUYNHOVEN ini) saat ini sebagai Pejabat di Yayasan St. Yosep
cabang Saribudolok.
3.
Tulisan ini sangat
terbuka untuk dikoreksi: dikurangi atau ditambahi oleh siapa saja asal sesuai
dengan maksud penulisannya yaitu: PEMBUATAN BUKU TENTANG OPPUNG DOLOK yang saat
ini sedang digarap oleh Bpk. Simon Saragih, seorang wartawan senior KOMPAS.
4.
Mohon maaf kepada
siapa saja jika ada yang kurang berkenan…..
Mari kita dukung untuk Simalungun lebih baik....
BalasHapushttps://bonapetruspurba.wordpress.com/
Bangga sebagai Katolik hasil karya op dolok di atasi nagapanei.. semoga maju terus Katolik dan Van Duynhopen dalam menebar kasih..
BalasHapuswww.silautekno.blogspot.com